KEBIJAKAN CUKAI ROKOK






BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang

Kebijakan adalah sebuah kegiatan pemahaman manusia mengenai pemecahan masalah. Kebijakan dibuat untuk dapat membuat solusi akan problematika manusia yang bermacam-macam. Salah satu macam kebijakan adalah kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat untuk rakyat. Kebijakan publik ini dibuat oleh pemerintah yang merupakan lembaga tinggi negara yang pengambil alih kebijakan bagi rakyatnya, akan tetapi kadang kala kebijakan tersebut dapat diterima dan kadang kala pun ditolak oleh masyarakat. Terutama sekarang ini, salah satu kebijakan yang mengandung pro dan kontra adalah kebijakan tarif cukai rokok.
Cukai rokok merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan pemerintah adalah sektor industri rokok terutama di bidang penerimaan pajak. Disamping itu industri rokok masih menjadi andalan pemerintah dalam penyerapan tenaga kerja dan motor penggerak perekonomian nasional.
Rokok memiliki banyak kontroversi. Satu sisi menjadi sumber pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ekonomi. Namun disisi lain merokok adalah menjadi larangan karena berisiko, baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif. Karena rokok adalah termasuk barang yang memiliki dampak negatif maka untuk mengatur konsumsi, peredaran dan produksi perlu diatur oleh undang-undang dan ditarik tarif terhadap rokok.
Ada beberapa hal yang mengingatkan kepada kita tentang bahaya merokok:
  1. bahwa tembakau berbahaya dalam bentuk apapun.
  2. bahwa tembakau dalam jenis, nama dan rasa apapun dan label-label tertentu tidak menunjukkan bahwa produk-produk yang dimaksud lebih aman dibandingkan produk lain tanpa label-label tersebut.
  3. Pemerintah Republik Indonesia untuk segera meratifikasi WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) demi kesehatan penerus bangsa. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum menandatangani perjanjian Internasional ini.
  4. Memeperhatikan Fatwa MUI serta Beberapa Daerah yang telah mengeluarkan perda (Peraturan Daerah) tentang larangan merokok untuk 1) Merokok ditempat umum yang sudah jelas ada larangan merokok, 2) Merokok bagi anak-anak dan 3) Merokok bagi perempuan hamil.
Oleh karena itu bagaimana keseimbangan antara pendapatan dari cukai rokok akan mampu mengatasi pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk penanggulangan dampak negatif akibat merokok bagi masyarakat. Sementara itu rokok, dalam hal produksi dan distribusinya diatur dalam UU dan peraturan peerintah sebagai berikut:
Dasar Hukum
  1. UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai
  2. UU No. 39 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1995
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
  4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 20/PMK.07/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/Pmk.07/2008 Tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/Pmk.07/2008 Tentang Dana Alokasi Cukai Hasil Tembakau Tahun Anggaran 2008 Peraturan Menteri Keuangan No. 203/PMK.011/2008 tentang penyesuaian tarif cukai hasil tembakau
Oleh karena itu, tujuan paper ini adaiah ingin melihat apa saja faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan ini dan bagaimana dampak implementasi kebijakan tarif cukai yang naik.
  1. Rumusan Masalah
  2. Apa faktor yang mempengaruhi kebijakan tarif cukai rokok?
  3. Bagaimana dampak kebijakan tarif cukai rokok terhadap negara Indonesia?
  1. Tujuan
  2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kebijakan tarif cukai rokok.
  3. Untuk mengetahu dampak kebijakan tarif cukai terhadap pendapatan negara dan perilaku industri rokok.
  4. Untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam implementasi kebijakan tarif cukai rokok
BAB II
KAJIAN TEORI

  1. Tinjauan Pustaka
  2. Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan keputusan untuk semua orang dalam hal ini pengertian publik adalah umum. Dalam pengambilan keputusan ini melalui proses dan pemilihan alternatif-alternatif yang cukup banyak dengan menimbang segala akibat yang ditimbulkan dari keputusan tersebut.
Menurut Carl Friedrich Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencari tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. (Wahab, 1997)
Menurut Bill Jenkins Kebijakan adalah sekelompok keputusan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor menyangkut pemilihan tujuan tertentu dimana keputusan-keputusan ini, pada prinsipnya harus berada dalam rentang kesanggupan aktor-aktor ini untuk mewujudkannya. (Hill, 1993)
Segala sesuatu yang menjadi keputusan pemerintah dapat dikatakan suatu kebijakan yang mempunyai tujuan awal yang mulia yaitu mensejahterahkan rakyat. Tetapi pada kenyataannya di lapangan kebijakan lebih banyak menguntungkan penguasa dan melalaikan kepentingan rakyat. Kebijakan publik merupakan janji maupun upaya jawaban dari penguasa terhadap tuntuan rakyat akan kebaikan nasib mereka. Karena masyarakat umumnya memerlukan kebijakan yang tepat. Untuk medapatkan keputusan atau kebijakan yang baik perlu mengadakan observasi terhadap masalah yang diahadapi, hal ini ditempuh untuk ketetapan sasaran.
Ciri-ciri kebijakan publik yang pertama, kebijakan negara lebih merupakan tindakan yang mengarah tujuan daripada sebagai pelaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan. Kedua, kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keptusan-keputusan yang berdiri sendiri. Ketiga, kebijakan bersangkutan dengan apa yang disengaja dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu misalnya dalam mengatur perdagangan, penanganan inflasi, dan berkaitan dengan unsur masyarakat atau rakyat. Keempat, kebijakan negara kemungkinan positif mungkin juga negatif. Dalam bentuk positif, kebijakan negara mungkin akan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk menangani masalah-masalah tertentu, sementara dalam bentuk yang negatif. Kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat-pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan apapun dalam masalah-masalah dimana campur tangan pemerintah justru diperlukan. (Wahab, 1997)
Kebijakan publik lebih merupakan keputusan pemerintah selaku institusi atau sebagai lembaga dan bukan merupakan keputusan individu-individu yang duduk di dalam pemerintahan. Tapi tidak sedikit dari sebuah keputusan individu yang duduk dipemerintahan atas dinamakan publik yang bertujuan menguntungkan diri pribadi.
  1. Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan proses kegiatan antar aktor yang terlibat. Implementasi bukanlah merupakan proses mekanis di mana sikap aktor akan secara otomatis melakukan apa saja yang seharusnya dilakukan. Sesuai apa yang diformulasikan dalam kebijakan.
Proses implementasi bukanlah proses mekanisme dimana setiap aktor akan secara otomatis melakukan apa saja yang seharusnya dilakukan sesuai dengan skenario pembuat kebijakan, tetapi merupakan proses kegiatan yang acap kali rumit, diwarnai pembenturan kepentingan antar aktor yang terlibat baik sebagai administrator, petugas lapangan, atau kelompok sasaran. (Darwin,1992)
Akan tetapi banyak sekali kebijaksanaan yang didasarkan pada ide-ide yang kelihatanya sangat layak akan tetapi ternyata menemui kesulitan ketika harus dipraktekkan di dalam lapangan. selama proses implementasi beragam intepretasi dan asumsi atas tujuan, target dan strategi pencapaian tujuan dapat berkembang bahkan dalam lembaga implementasi selalu melakukan diskresi atau keleluasaan dalam mengimplementasikan kebijaksanaan. Hal ini dilakukan karena kondisi sosial ekonomi maupun politik masyarakat yang tidak memungkinkan sehingga kebijakan yang seharusnya tinggal dilaksanakan akhirnya banyak menimbulkan penundaan, penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan arah kebijaksanaan.
Dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan sebuah kebijakan tidak terlepas dari penggunaan sarana-sarana yang terpilih, seperti yang dikatakan oleh Hoogerwerf: Pelaksanaan kebijakan dapat didefinisikan sebagai penggunaan sarana-sarana yang dipilih. (Hoogerwerf ,1983)
Jadi yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kebijakan adalah tindakan-tindakan seperti umpamanya tindakan-tindakan yang sah/pelaksanaan suatu rencana yang telah ditetapkan dalam kebijakan suatu program kebijakan meliputi penyusunan acara tertentu dari tindakan-tindakan yang harus dijalankan, seperti dalam bentuk tata cara yang harus diikuti di dalam pelaksanaan standar yang harus disediakan pada keputusan-keputusan pelaksanaan. Pelaksanaan yang konkrit yang akan dilaksanakan dalam suatu jangka waktu tertentu yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
Implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan program yang telah dibuat pemerintah yang bersinggungan langsung dengan sasaran kebijakan (masyarakat). Implementasi kebijakan menurut Model Van Meter dan Van Horn.
Van Meter dan Van Horn mengungkapkan bahwa variabel-variabel kebijakan bersangkut paut dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada bahan-bahan pelaksana meliputi sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada bahan-bahan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun organisasi informal, sedangkan komunikasi antar hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan kelompok-kelompok sasaran, akhirnya pusat perhatian adalah sikap para pelaksana mengantarkan pada telah mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan.
Agar pelaksanaan kebijakan dapat mencapai tujuan dan maksud yang telah ditetapkan, maka seharusnya memperhatikan aspek-aspek pelaksanaan kebijakan yang harus dipatuhi. Dalma hal ini Hoogerwef mengutip pendapat Marse yang menyatakan : Sebab musabah kegagalan suatu kebijakan ada sangkut pautnya dengan isi kebijakan yang harus dilaksanakan, tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan, banyaknya dukungan dari pelaksana kebijakan yang harus dilaksanakan dan pembagian potensi-potensi yang ada.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang paling sulit dilakukan, sehingga untuk mewujudkan proses implementasi kebijakan dengan baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Kesulitan dalam implementasi juga seringkali disebabkan adanya perbedaan kepentingan masing-masing jenjang pemerintahan, misalnya antara daerah Kabupaten/ Kota dan daerah Propinsi. Dalam usaha memahami pelaksanaan kebijakan perlu diidentifikasi mengenai faktor-faktor yang akan mempengaruhi proses pelaksanaan kebijakan. Implementasi kebijakan banyak ditentukan oleh para pelaksana dan prosedur implementasi dalam organisasi.
Dengan melihat berbagai pendapat dari para ahli tentang implementasi kebijakan seperti yang diuraikan di muka terdapat beberapa kesamaan dalam pendekatan impelemntasi. Hal ini terlihat karena ada elemen yang sama sekali terminologi yang dikemukakan berlainan.
Suatu impelementasi tentunya mempunyai tujuan untuk memperoleh keberhasilan jika memenuhi lima kriteria keberhasilan. Menurut Nakamura memiliki tujuan sebagai berikut :
  • Pencapaian tujuan kebijakan
  • Efisien
  • Kepuasan kelompok sasaran
  • Daya tanggap klien
  • Sistem pemeliharaan
Setiap imlementasi dikatakan berhasil apabila mencapai tujuan yang diharapkan atau memperoleh hasil. Karena pada prinsipnya suatu kebijaksanaan dibuat adalah untuk memperoleh hasil yang di inginkan yang dapt dinikmati atau dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Efisiensi kebijaksanaan berkaitan dengan keseimbangan anatra biaya atau dana yang dikeluarkan, waktu pelaksanaan, sumber daya manusia yang digunakan dan kualitas pelaksanaan kebijakan. Kepuasan kelompo sasaran memberi nilai arti pada pelaksanaan program karena keompok sasaran inilah yang terkena dampak langsung dari program yang dilaksanakan.
Partisipasi dan peran serta aktif dari masyarakat merupakan daya tanggap yang positif untuk mendukung keberhasilan kebijakan karena masyarakat ikut memiliki terhadap kebijakan dan ikut bertanggung jawab dengan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan diimplementasikan. Sistem pemeliharaan dimaksudkan untuk keberlangsungan dan kelancaran suatu kebijakan yang dilaksanakan. Dengan pemeliharaan yang intensif dan kontinyu maka suatu kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan.
  1. Analisa Sistem Politik David Easton
Menurut David Easton studi politik membicarakan pengertian tentang bagianmana keputusan yang otoritatif dambil dan dilaksanakan untuk suatu masyarakat. Dalam sistem politik kita dapat memandang masing-masing aspeknya secara sendiri-sendiri.  Dalam bukunya The political System, menunjukkan ada gunanya mengadopsi asumsi implisit imi sebagai suatu premis artikulat untuk riset dan memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem yang terdiri dari aktifitas yang saling berkaitan. Aktivitas ini menurunkan hubungan-hubungan atau ikatan-ikatan sistematiknya dari kenyataan bahwa aktivitas tersebut mempengaruhi bagaimana keputusan otoratif dirumuskan dan dilaksanakan untuk suatu masyarakat. Apabila kita mulai berbicara tentang kehidupan politik sebagai suatu sistem aktivitas, maka kita jumpai konsekuensi tertentu dari cara kita melakukan analisis mengenai operasi suatu sistem.
David Easton memandangan sistem aksi-aksi politik sebagai suatu kesatuan di hadapan mata otak kita, maka dapatlah kita lihat bahwa apa yang membuat sistem itu berjalan ialah masukan dari berbagai jenis. Sistem politik mempunyai sistem-siste tertentu karena ia adalah sistem.
Easton juga menggariskan 4 atribut yang perlu diperhatikan dalam mengkaji sistem politik. Keempat atribut tersebut adalah :
  1. Unit-unit dan batasan-batasa suatu sistem politik.
Di dalam kerangka kerja suatu sistem politik, terdapat unit-unit yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama untuk mengerakkan roda kerja sistem politik. Unit-unit ini adalah lembaga-lembaga yang sifatnya otoritatif untuk menjalankan sistem politik seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, lembaga masyarakat sipil, dan sejenisnya. Unit-unit ini bekerja di dalam batasan sistem politik, misalnya cakupan wilayah negara atau hukum, wilayah tugas, dan sebagainya.
  1. Input-output
    Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. Input yang masuk dari masyarakat ke dalam sistem politik berupa tuntutan dan dukungan. Output adalah hasil kerja sistem politik yang berasal baik dari tuntutan maupun dukungan masyarakat. Output terbagi dua yaitu keputusan dan tindakan yang biasanya dilakukan oleh pemerintah.
  2. Diferensiasi dalam sistem
Sistem yang baik haruslah memiliki diferensiasi (pembedaan/pemisahan) kerja. Di masa modern adalah tidak mungkin satu lembaga dapat menyelesaikan seluruh masalah. Misalkan saja dalam pembuatan undang-undang pemilihan umum di Indonesia, tidak bisa cukup Komisi Pemilihan Umum saja yang merancang kemudian mengesahkan. DPR, KPU, lembaga kepresidenan, partai politik dan masyarakat umum dilibatkan dalam pembuatan undang-undangnya. Meskipun bertujuan sama yaitu memproduksi undang-undang partai politik, lembaga-lembaga tersebut memiliki perbedaan didalam fungsi pekerjaannya.
  1. Integrasi dalam sistem
Integrasi adalah keterpaduan kerja antar unit yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Undang-undang Pemilihan Umum tidak akan diputuskan serta ditindaklanjuti jika tidak ada kerja yang terintegrasi antara DPR, Kepresidenan, KPU, Partai Politik dan elemen-elemen masyarakat.
David Easton mengibaratkan dalam suatu lingkungan merupakan sebuah sistem. Dimana dalam lingkungan terdapat Input yaitu sebuah kebutuhan dan dukungan. Kebutuhan tersebut berupak kebutuhan Internal dan eksternal. Dukungan itu berupatindakan mempromosikan tujuan, kepentingan atau tindakan orang lain seperti memberikan suara kepada politikus. Kebutuhan internal dan eksternal tersebut itu mengubahnya menjadi suatu isu politik yang diangkat oleh aktor-aktor yang berkepentingan. Dari isu masalah terdsebut akan menjadikan sebuah keputusan atau kebijakan, Hasil dari keputusan dan kebijakan itu akan kembali menjadi sebuah dukungan. (Roy, Bernard, 1992)
  1. Tinjauan teori cukai
Pengertian cukai sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 adalah ”Pungutan negarayang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dengan undang-undang ini”. Selanjutnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yang dimaksud dengan Barang Kena Cukai (BKC) adalah ”Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan”. Dalam penjelasan Pasal 2 tersebut yang dimaksud dengan sifat atau karakteristik adalah barang yang dalam pemakaiannya antara lain perlu dibatasi atau diawasi.
Pemahaman dibatasi dan diawasi mengandung pengertian bahwa cukai tidak dipungut untuk semua barang melainkan hanya bagi Barang Kena Cukai yang merugikan kesehatan dan lingkungan. Barang Kena Cukai seperti yang disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai, meliputi :
  1. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya,
  2. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol,
  3. Hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Hasil tembakau itu sendiri dapat diuraikan sebagai berikut :
  4. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih dan sigaret kelembak menyan,
  5. Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkeh atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya,
  6. Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkeh, kelembak atau kemenyan. Sigaret putih dan sigaret kretek terdiri dari sigaret yang dibuat dengan mesin dan yang dibuat dengan cara lain daripada mesin,
  7. Sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah yang dalam pembuatannya, mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian, menggunakan mesin sedangkan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah yang dalam pembuatannya, mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin,
  8. Sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah yang dalam pembuatannya, mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin,
  9. Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya,
  10. Cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau, diiris atau tidak, dengan cara digulung sedemikian rupa dengan tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya,
BAB III
PEMBAHASAN
Industri rokok merupakan industri strategis dimana selain mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, industri ini juga memberikan sumbangan cukai yang cukup besar bagi penerimaan pemerintah. Sejak tahun 1998, pemerintah telah berulang kali menaikan tarif cukai rokok dimana kebijakan itu ditujukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas dari kepentingan para aktor yang ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada setiap kebijakan yang dibuat. Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan akan menyebabkan sulitnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin dijalankan. Hal ini berlaku sama terhadap setiap kebijakan, juga kepada kebijakan Rancangan Undang Undang Tentang Pemungutan dan Pajak Rokok. Kebijakan ini sudah menuai pro dan kontra bahkan sebelum dia ada.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya kebijakan tentang cukai rokok. Pemerintahakan menaikan cukai rokok di Indonesia yang dilakukan pada tahun 2010 menjadi 5 % atau lebih. Kemudian di tahun 2013 pemerintah menaikan tarif cukai rokok menjadi 8,5%. Kebijakan ini diambil karena alasan kesehatan masyarakat Indonesia. Banyaknya pengguna rokok pada tahun 2012 membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikan lagi tarif cukai rokok untuk kesehatan masyarakat. Dengan menaikan cukai rokok maka harga rokok akan naik sehingga masyarakat akan mengeluarkan uang lebih untuk mengkonsumsi rokok. Kenaikan harga rokok ini akan memicu ketergantungan mengkonsumsi rokok menurun karena masyarakat mengeluarkan uang lebih untuk mengkonsumsi  rokok.
Dengan meningkatnya harga rokok maka kelompok kolektif seperti remaja, anak-anak dan orang-orang yang berpenghasilan minim tidak akan membeli rokok atau setidak-tidaknya mengurangi konsumsi rokok per harinya. Sehingga alokasi dana rumah tangga untuk kesehatan, pangan dan pendidikan akan semakin meningkat. Bank Dunia menyimpulkan bahwa kenaikan harga produk tembakau sebesar 10% akan menurunkan tingkat permintaan global sebesar rata-rata 4-8%, dan dapat mencegah paling sedikit 10 juta kematian yang berhubungan dengan tembakau.
Selain untuk alasan kesehatan, kebijakan ini juga untuk memperbaiki penerimaan cukai setiap tahunnya agar sesuai target. Hal ini dilihat penerimaan cukai pertahunnya mengalami penurunan. Pemerintah berharap dengan menaikan cukai rokok ini akan membantu menaikan penerimaan cukai Negara pada tahun mendatang. Itu dikarena kan rokok merupakan penyumbang cukai yang besar setiap tahunnya. Semakin tinggi tarif cukai semakin besar penerimaan Negara yang didapat dari cukai.
Dalam implementasi kebijakan ini dimasyarakat umum, menuai banyak dampak-dampak dari kebijakan cukai rokok. Beberapa dampak antara lain adalah
  1. Mengurangi konsumsi rokok masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah, perokok tidak tetap dan perokok pemula.
Dengan keuangan terbatas, harga rokok yang mahal menjadi tidak terjangkau oleh kelompok masyarakat rentan seperti remaja dan masyarakat miskin. Hal ini akan menyelamatkan mereka dari dampak kesehatan akibat rokok dan mencegah pemborosan keuangan rumah tangga yang sudah terbatas untuk membeli zat adiktif. Harga rokok yang mahal akan mencegah perokok tidak tetap dan perokok pemula untuk tidak  membeli rokok.
Di tingkat global peningkatan harga rill 10% akan mengurangi konsumsi sebesar 4% di negara berpendapatan tinggi, dan 8% di negara berpendapatan menengah dan redah. Di Indonesia, kenaikan hrga 10% akan menurunkan konsumsi 3,5-6,1%. Dampak terbesar terjadi pada kelompok rentan.
  1. Meningkatkan penerimaan pemerintah dari cukai
Menurut Bank Dunia, peningkatan harga rill rokok 10% akan menaikkan penerimaan pemerintah dari cukai tembakau sebesar 75% karena rokok bersifat adiktif, maka presentase penurunan konsumsi selalu lebih sedikit dari peningkatanpresentase penerimaan pemerintah.
Di Indonesia, peningkatan harga  rokok 10% meningkatkan penerimaan pemerintah dari cukai tembakau sebesar 6,7% - 9%.Proporsi ini lebih tinggi daripada proporsi penurunan kensumsi. Peningkatan cukai 2 kali lipat (100%) dari tarif sekarang akan meningkat penerimaan menurunkan konsumsi sebesar 8,9%
  1. Menurunkan beban biaya sosial
Tembakau membunuh separuh dari penggunanya, dan mengurangi sedikitnya 20-25 tahun produktif. Penurunan konsumsi akan memengarui bbiaya kesehatan dan kerugian akibat hilangnya produktifitas karena sakit dan kematian.
  1. Mendorong terjadinya penyelundupan
Penyelundupan terjadi dari negara yang harga rokoknya lebih murah yang cukainya lebih tinggi. Harga rokok di Indonesia sangat murah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Disamping itu, 90% perokok Indonesia memilih keretek yang diproduksi di dalam negeri.
  1. Menyebabkan Pengangguran
Kekhawatiran dari kebijakan peningkatan cukai dan harga rokok adalah hilangnya lapangan kerja dan terjadi pengangguran massal. Secara ekonomis, uang yang tidak digunakan untuk membeli rokok akan dibelanjakan untuk konsumsi lain. Studi di berbagai negara menunjukkan tidak ada penurunan tenaga kerja total dan bahkan akan mendapatkan keuntungan dari konsumsi yang turun.
Berbagai dampak yang terjadi tersebut mengandung sisi negatif dan sisi positif. Ketika pemerintah menaikan tarif cukai rokok maka harga rokok dipasaran menjadi lebih mahal. Dengan demikian kesehatan masyarakat dengan berkurangnya pecandu rokok akibat harga rokok naik. Pemerintah juga mendapatkan masukan cukai yang lebih besar dengan kebijakan itu.
Dengan naiknya cukai rokok perusahaan rokok akan menimbulkan merugikan perusahaan, dimana kesenjagan keuangan akan terjadi diperusahaan. Kesenjagan keuangan ini dapat menimbulkan kebangkrutan pada perusahaan. Perusahaan terasater bebani dalam hal pembayaran cukai dan dengan hal itu perusahaan menaikan harga rokok. Dengan naiknya harga rokok, konsumsi masyarakat terhadap rokok akan menurun. Jadi penurunan konsumen, akan mengakibatkan pendapatan perusahaan menurun terus sehingga perusahaan harus gulung tikar. Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan-perusahaan rokok kecil daerah yang masih belum mempunyai keuangan yang besar.
Dari pihak masyarakat sendiri kenaikan cukai ini dapat membuat konsumsi rokok akan berkuran gsehingga kesehatan masyarakat akan bertambah. Tapi disisi lain juga dengan kenaikan cuka ini terjadinya pengangguran besar. Bagaimana tidak, jika konsumsi masyarakat turun maka pendapatan pada perusahaan akan turun. Jika ini terjadi perusahaan akan memPHK beberapa karyawanannya untuk menstabilkan pendapatan dan pengeluaran perusahaan. Disisi lain perusahaan rokok merupakan industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Jika pengerluaran terus-menerus tidak sebanding dengan pendapatan maka akan berdampak pada masyarakat, yaitu PHK besar-besaran karena perusahaan rokok adalah industri padat karya. Terjadinya PHK ini akan menaikan tingkat pengguran dalam suatu Negara.
Dengan demikian kebijakan kenaikan cukai rokok boleh dilakukan tapi dengan melihat bebapa aspek kehidupan dimasyarakat. Pemerintah harus sudah mempunyai mempunyai solusi atau sudah melakukan persiapan untuk mengatas iterjadi pengangguran besa rkarena PHK massal pada perusahaan yang bangkrut. Pemerintah harus membuat Industri padat karya lainnya selain dari rokok untuk mengatasi pengagguran yang akan terjadi. Motif dari pembuatan kebijakan rokok itu sendiri untuk memperbaiki taraf hidup maasyarakat.
BAB IV PENUTUP

  1. Kesimpulan
  2. Semakin tinggi tarif cukai, mampu merugikan usaha industri rokok melalui besarnya pengeluaran untuk pelunasan cukai. Namun disisi lain, akan memberikan penerimaan yang besar kepada pemerintah.
  3. Dengan melakukan running simulasi pada kondisi eksisting selama bertahun-tahun, kondisi akumulasi laba industri rokok akan tetap mengalami peningkatan dan penerimaan negara dari cukai rokok juga mengalami hal yang sama.
  4. Seiring dengan naiknya tarif cukai, maka industri rokok akan mengalami penurunan akumulasi laba seiring dengan besarnya tarif cukai yang dikenakan.
  5. Pemerintah adalah aktor pembuat kebijakan dan perusahan serta masyarakat umum merupakan pelaksananya.
  6. Dampak negatif lebih dominan daripada dampak positif dalam implementasi kebijakan tarif cukai rokok
  1. Saran
  2. Pemerintah untuk meninjau kembali tentang kebijakan tarif cukai rokok dan mengetahui dampak negatif dari kebijakan tersebut
  3. Pemerintah harus sudah mempunyai mempunyai solusi atau sudah melakukan persiapan untuk mengatas iterjadi pengangguran besa rkarena PHK massal pada perusahaan yang bangkrut. Pemerintah harus membuat Industri padat karya lainnya selain dari rokok untuk mengatasi pengagguran yang akan terjadi
Daftar Pustaka

Darwin, Muhajir 1992. Hasil Loka Karya, Analisa Kebijakan Sosial. UGM :Yogyakarta.
Wahab, Solichin Abdul . 1997. Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara : Jakarta.
Hill, Michael, The Policy Process, Harvester Wheatshef, New York, 1993, (Diterjemahkan oleh Muhammad Zaenuri dalam Proses Formulasi Kebijakan Publik).
Hoogerwerf .1983. Ilmu Pemerintahan. Erlangga .
Wahab, Solichin Abdul . 1997. Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara : Jakarta.
Roy and Bernard, 1992. Perbandingan Politik. Erlangga : Jakarta

Comments

Popular Posts